Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya serta masyarakat. Dengan demikian, sesuai upaya yang saya lakukan dalam konteks pendidikan bukan hanya harus kita rencanakan dengan cermat, namun juga harus sebesar-besarnya ditunjukkan untuk mengembangkan potensi anak. Menurut saya salah satu cara untuk mengakomodir hal tersebut adalah pembelajaran berdifensiasi.
Pembelajaran diferensiasi adalah
pembelajaran berdasarkan kebutuhan murid (kesiapan belajar murid, minat murid
dan profil belajar murid). melalui proses coaching
yang dilakukan oleh guru (coach)
dengan murid (coachee) maka guru
dapat melaluikan identifikasi kebutuhan belajar murid yang akan dijadikan
sebagai dasar proses pelaksanaan pembelajaran sehingga akan mengembangkan
minat, bakat dan potensi yang ada didalam diri, dengan demikian akan terwujud
pembelajar yang merdeka yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Selain dengan mendesain pengalaman belajar dan lingkungan
belajar yang dapat menanggapi atau merespon kebutuha belajar murid agar murid
dapat mencapai tujuan pembelajarannya melalui pembelajaran berdiferensiasi,
sebagai guru saya juga harus berupaya memperhatikan kebutuhan sosial dan
emosional murid.
Pembelajaran sosial emosional (PSE)
adalah pembelajaran tentang pengendalian emosi dalam diri yang meliputi
kesadaran diri, manajemen diri, pengambilang keputusan yang bertanggung jawab,
kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. PSE sangat mendukung proses coaching, sementara proses coaching sangat diperlukan pemahaman
tentang PSE. Karena melalui PSE maka baik coach
dan coachee akan saling menghargai
sehingga dapat hadir sepenuhnya dalam proses coaching (presence),
mendengarkan dengan rasa, ada rasa ingin tahu dari coach dan menimbulkan empati.
Bagaimana keterkaitan
keterampilan coaching dengan
pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?
Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi,
berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Empat cara berpikir yang dapat melatih guru
(coach/pamong) dalam menciptakan
semangat Tut Wuri Handayani dalam perjumpaan pada setiap proses komunikassi dan
pembelajaran yaitu:
- 1. Coach dan coachee adalah mitra.
- 2. Komunikasi yang emansipatif.
- 3. Berlandaskan kasih dan persaudaraan.
- 4. Adanya perjumpaan pribadi.
Coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena dengan
paradigma berpikir coaching. Tujuan
pengembangan kompetensi diri adalah agar guru
menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan
memodifikasi diri secara mandiri. Untuk dapat membantu guru menjadi otonom
diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching
bagi orang yang mengembangkan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk
mengembangkan kompetensi diri mereka menjadi otonom, kite perlu paradigma
berpikir coaching. Paradigma berpikir coaching
adalah:
- 1. Fokus pada coachee
- 2. Bersikap terbuka dan ingin tahu
- 3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
- 4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Adapun prinsip coaching adalah
sebagai berikut:
- 1. Kemitraan
- 2. Proses kreatif
- 3. Memaksimalkan potensi
Tiga kompetensi inti yang harus
terus di latih saat melakukan percakapan coaching adalah:
- 1. Kehadiran penuh
- 2. Menjadi pendengar yang aktif
- 3. Mengajukan pertanyaan berbobot
Coaching juga dapat mendorong murid mencapai tujuan, yakni
kemerdekaan belajar. Coaching dapat
menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi potensi dan kekeuatan
diri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Coaching
tidak menawarkan solusi kepada coachee,
tetapi menstimulasi dengan pertanyaan agar coachee
dapat menghasilkan sendiri solusi atas permasalahannya. Salah satu model coaching yang populer adalah model
TIRTA. TIRTA merupakan kepanjangan dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan
tanggung jawab. Tujuan mencakup apa yang ingin dicapai coachee dari proses sebuah coaching.
Identifikasi merupakan cara menggali semua hal yang ada pada diri coachee. Rencana aksi, meruapakan
langkah-langkah atau tindakan yang akan ditempuh coachee. Tanggung jawab atau komitmen adalah kesungguhan untuk
mencapai tujuan dari proses coaching.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar