Kamis, 06 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik


 Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya serta masyarakat. Dengan demikian, sesuai upaya yang saya lakukan dalam konteks pendidikan bukan hanya harus kita rencanakan dengan cermat, namun juga harus sebesar-besarnya ditunjukkan untuk mengembangkan potensi anak. Menurut saya salah satu cara untuk mengakomodir hal tersebut adalah pembelajaran berdifensiasi.

Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran berdasarkan kebutuhan murid (kesiapan belajar murid, minat murid dan profil belajar murid). melalui proses coaching yang dilakukan oleh guru (coach) dengan murid (coachee) maka guru dapat melaluikan identifikasi kebutuhan  belajar murid yang akan dijadikan sebagai dasar proses pelaksanaan pembelajaran sehingga akan mengembangkan minat, bakat dan potensi yang ada didalam diri, dengan demikian akan terwujud pembelajar yang merdeka yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selain dengan mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar yang dapat menanggapi atau merespon kebutuha belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajarannya melalui pembelajaran berdiferensiasi, sebagai guru saya juga harus berupaya memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional murid.

Pembelajaran sosial emosional (PSE) adalah pembelajaran tentang pengendalian emosi dalam diri yang meliputi kesadaran diri, manajemen diri, pengambilang keputusan yang bertanggung jawab, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. PSE sangat mendukung proses coaching, sementara proses coaching sangat diperlukan pemahaman tentang PSE. Karena melalui PSE maka baik coach dan coachee akan saling menghargai sehingga dapat hadir sepenuhnya dalam proses coaching (presence), mendengarkan dengan rasa, ada rasa ingin tahu dari coach dan menimbulkan empati.  

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Empat cara berpikir yang dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam perjumpaan pada setiap proses komunikassi dan pembelajaran yaitu:

  • 1.       Coach dan coachee adalah mitra.
  • 2.       Komunikasi yang emansipatif.
  • 3.       Berlandaskan kasih dan persaudaraan.
  • 4.       Adanya perjumpaan pribadi.

Coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena dengan paradigma berpikir coaching. Tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru  menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri. Untuk dapat membantu guru menjadi otonom diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka menjadi otonom, kite perlu paradigma berpikir coaching. Paradigma berpikir coaching adalah:

  • 1.       Fokus pada coachee
  • 2.       Bersikap terbuka dan ingin tahu
  • 3.       Memiliki kesadaran diri yang kuat
  • 4.       Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Adapun prinsip coaching adalah sebagai berikut:

  • 1.       Kemitraan
  • 2.       Proses kreatif
  • 3.       Memaksimalkan potensi

Tiga kompetensi inti yang harus terus di latih saat melakukan percakapan coaching adalah:

  • 1.       Kehadiran penuh
  • 2.       Menjadi pendengar yang aktif
  • 3.       Mengajukan pertanyaan berbobot

Coaching juga dapat mendorong murid mencapai tujuan, yakni kemerdekaan belajar. Coaching dapat menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi potensi dan kekeuatan diri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Coaching tidak menawarkan solusi kepada coachee, tetapi menstimulasi dengan pertanyaan agar coachee dapat menghasilkan sendiri solusi atas permasalahannya. Salah satu model coaching yang populer adalah model TIRTA. TIRTA merupakan kepanjangan dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab. Tujuan mencakup apa yang ingin dicapai coachee dari proses sebuah coaching. Identifikasi merupakan cara menggali semua hal yang ada pada diri coachee. Rencana aksi, meruapakan langkah-langkah atau tindakan yang akan ditempuh coachee. Tanggung jawab atau komitmen adalah kesungguhan untuk mencapai tujuan dari proses coaching

Tidak ada komentar:

Posting Komentar