Tidak memiliki buku untuk referensi belajar Bahasa Indonesia Fase E kurikulum merdeka? Jangan sedih, kamu bisa unduh disini.
Tidak memiliki buku untuk referensi belajar Bahasa Indonesia Fase E kurikulum merdeka? Jangan sedih, kamu bisa unduh disini.
Lingkungan di sekitar tanaman lidah buaya juga terlihat memadai. Tanaman ini ditempatkan di area yang mendapat paparan sinar matahari langsung sepanjang hari. Suhu udara di lingkungan observasi berkisar antara 25°C hingga 30°C, sementara kelembapan udara cukup tinggi, berkisar antara 60% hingga 70%. Selain itu, tanaman lidah buaya ditanam dalam pot yang cukup besar dan diletakkan di dekat area dengan drainase yang baik. Dengan hasil observasi ini, dapat disimpulkan bahwa lidah buaya adalah tanaman yang tumbuh dengan baik dan sehat di lingkungan yang sesuai. Tanaman ini memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang besar bagi kesehatan dan kecantikan, dan perawatan yang tepat dapat membantu menjaga pertumbuhan dan manfaatnya secara optimal. Sebagai tanaman hias dan sumber berbagai manfaat alami, lidah buaya tetap menjadi pilihan yang menarik untuk dijaga dan dipelihara.
Lidah buaya, juga dikenal sebagai Aloe vera, telah dikenal dan digunakan selama berabad-abad karena khasiat dan manfaatnya yang luar biasa. Tanaman ini tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis, dan sejak zaman kuno, lidah buaya telah menjadi bahan alami yang sangat berharga dalam pengobatan tradisional dan perawatan kulit. Artikel ini akan mengekspos manfaat luar biasa lidah buaya (Aloe vera) dalam bidang kesehatan dan kecantikan.
Khasiat Lidah Buaya untuk Kesehatan
Manfaat Lidah Buaya untuk Kecantikan
Lidah buaya (Aloe vera) adalah salah satu tanaman yang penuh dengan manfaat luar biasa untuk kesehatan dan kecantikan. Dari meredakan luka bakar hingga menyegarkan kulit, lidah buaya telah menjadi perawatan alami yang sangat dihargai di seluruh dunia. Namun, meskipun lidah buaya memiliki banyak manfaat yang terbukti, selalu penting untuk berkonsultasi dengan ahli medis atau dermatologis sebelum menggunakannya sebagai pengganti pengobatan atau perawatan medis. Dengan perawatan yang tepat, lidah buaya dapat menjadi sekutu Anda dalam mencapai kesehatan dan kecantikan yang optimal.
Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid
M |
empelajari materi Pengelolaan
Program yang berdampak positif pada
murid memberikan pengalaman yang baru
untuk menyediakan program yang ddigemari murid serta dapat berguna untuk
membentuk karakter murid menuju profil pelajar pancasila. Saya sangat antusias
mempelajari modul ini karena ini akan menumbuhkan kepemimpinan murid/student agency. Student agency adalah kemampuan murid untuk mengarahkan
pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan menyuarakan opini,
mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan
berkontribusi pada komunitas belajar, mengomunikasikan pemahaman mereka kepada
orang lain, dan melakukan tidakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Saat
murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri mereka memiliki
suara (Voice), pilihan (Choice) dan kepemilikan (Ownership) dalam proses pembelajaran
mereka. Lewat ketiga hal ini murid dapat mengembangkan kapasitas dirinya
menjadi pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas guru hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya dimana
murid dapat mengembangkan suaranya, pilihannya dan merasa memiliki dalam hal
yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melakanakan
niat mereka dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka. Dengan
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, maka secara bersamaan kita sebenarnya
juga sedang membangun karakter murid yang sesuai dengan profil pelajar
pancasila.
Keterkaitan modul 3.3 dengan
modul lainnya:
S |
ebagai pemimpin pembelajaran,
pegelolaan program yang berdampak pada murid hendaknya bertujuan untuk merawat
dan menuntun tubuhnya kodrat murid melalui penumbuhan murid merdeka. Peran guru
penggerak harus dapat menggerakkan dan berpartisipasi aktif dalam organisasi keprofesian
serta komunitas lain untuk menunjang kesuksesan program sekolah yang berdampak
pada murid. Selain itu, visi dan misi guru pengggerak sangat berkaitan dengan
bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada murid dan
menjalankan rencana program sekolah dengan dukungan para pemangku kepentingan
dalam mendukung ekosistem pembelajaran yang berpihak pada murid. Seyogyanya
pengelolaan program yang berdampak pada murid diharapkan dapat memberikan
dampak positif dengan terwujudnya budaya positif di lingkungan sekolah. Mengelola
program yang berdampak pada murid seyogyanya bisa memenuhi kebutuhan murid yang
berdiferensiasi. Hal ini bisa dilakukan dengan pemetaan kebutuhan murid seperti
kesiapan belajar murid, minat belajar murid, minat belajar dan profil belajar
murid. Dalam merencanakan program yang berdampak pada murid, perlu
mengintegrasikan pembelajaran sosail dan emosional di dalamya. Hal ini untuk
mengembalikan kesadaran penuh (mindfullness)
murid. Agar dalam melaksanakan program sekolah, murid dapat merasa tenang,
fokus, berempati, termotivasi dan memiliki sikap tanggung jawab. Proses Coaching sangat penting dilakukan
sebagai langkah untuk mengenali segala potensi dan melejitkan kinerja murid
untuk menemukan sendiri solusi atas pemasalahan yang dihadapi ketika
melaksanakan program sekolahh yang berdampak pada murid. Untuk itu, sikap
kreatif, inovatif dan sikap kritis dari murid sangat diharapkan agar tercipta
murid merdeka belajar.
Pemimpin pembelajaran adalah orang
yang mau melakukan perubahan ke arah yang mau melakukan perubahan kearah yang positif dan senang berkolaborasi.
Agar keputusan yang diambil bersifat efektid dan efisien maka dalam
pengambilannya harus berdasarkan 4 paradigma dan melakukan 9 langkah pengambilan
keputusan serta pengujiannya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran. Hal ini bertujuan menghindari dilema tika ataupun bujukan moral
dalam penyelenggaraan kegiata yang berdampak pada murid. Pengelolaan yang
berdampak padda murid hendaknya didukung oleh identifikasi aset/modal yang
dimiliki oleh sekolah. Sehingga pemanfaatan dan pemgefektifansumberdaya menjadi
prioritas yang perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder yang ada. Dengan
memerhatikan kaitan seluruh materi yang ada maka sangatlah besar peran guru
penggerak untuk mengembangkan diri secara sadar dan kemauan pribadi untuk
meningkatkan kualitas belajar murid sehingga berdampak padatumbhnya sikap
mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.
Satuan pendidikan sebagai sebuah
komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan
pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara pendidikan dapat
tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan pendidikan.
Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat
belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan Tangguh. Sebagai
sebuah komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sama
seperti komunitas pada umumnya. Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah
dapat memanfaatkan konsep yang digunakan pada pendekatan pengembangan komunitas
berbasis aset.
Pengelolaan Sumber Daya di sekolah
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) dan Pendekatan
berbasis aset (asset-based approach).
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based
approach) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang
kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik sehingga membuat perasaan
pesimis. Pendekatan berbasis aset (asset-based
approach) merupakan cara praktis menggali hal-hal yang positif sehingga
timbul perasaan optimis walaupun dengan sumber daya yang minim. Pemimpin
pembelajar harus menggunakan pendekatan berbasis aset dalam pengelolaan sumber
daya dan mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat
sekitar sekolah karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang
dimiliki, maka kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan
kemudian akan berkembang secara berkelanjutan.
Tujuh
modal/aset utama yang dapat dikelola
yakni:
Modal/Aset |
Pemanfaatan |
Manusia |
|
a.
Kepala
Sekolah b.
Guru
ASN dan P3K, GTT c.
Tenaga
Kependidikan d.
Orang
tua/wali peserta didik e.
Peserta
didik f.
Pengawas
Sekolah |
a.
Kepala
sekolah dan guru penggerak dapat menjadi leader penggerak untuk wewujudkan
sekolah berkualitas dengan pencapaian P3. b.
Berkolaborasi
pada kegiatan kelas inspirasi yaitu menjadi narasumber . c.
Mengembangkan/mengoptimalkan
potensi diri peserta didik akademik dan non akademik. d.
Berkolaborasi
dalam kegiatan pengawasan pada sekolah binaan. Baik pada kegiatan manajerial
maupun kegiatan pembelajaran untuk wewujudkan sekolah berkualitas dengan
pencapaian Pelajar Pancasila. |
Sosial |
|
a.
Komite
Sekolah b.
Komunitas
Pendidikan c.
Komunitas
Kesehatan d.
(Puskesmas/Dinkes/BNN) e.
Komunitas
Perlindungan f.
Masyarakat
(Polri/TNI) |
a.
Berkolaborasi
dalam merancang, dan mensosialisasikan program sekolah. b.
Mendukung
Pengembangan diri Guru/Tenaga kependidikan. c.
Mendukung
program kesehatan sekolah. d.
Mendukung
program perlindungan hak dan kewajiban warga sekolah. |
Agama dan Budaya |
|
a. Budaya 5S b. Tokoh agama/budaya c. Kegiatan keagamaan d. Kegiatan Kesenian |
a.
Budaya
5 S sebagai pembentukan karakter dan terciptanya budaya positif di sekolah. b.
Berkolaborasi
dengan tokoh agama/budaya dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki profil
pelajar pancasila. c.
Melalui
kegiatan keagamaan dan kesenian dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki
profil pelajar d.
pancasila. |
Fisik |
|
a. Gedung Sekolah (Kelas/Ruang b. Guru/TU/Aula/Laboratorium) c. Mushola d. Fasilitas Olahraga e. Fasilitas Kebersihan f. Jaringan Internet/telepon g. Bus Sekolah h. Peralatan TIK |
a.
Mendukung
proses pelaksanaan pembelajaran dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki
profil pelajar pancasila dengan di integrasikan dalam kegiatan
intrakulikuler, kokulikuler dan esktrakulikuler. b.
Memfasilitasi
kegiatan pengembangan diri guru dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan
kualitas pendidikan dengan pencapaian P3. |
Lingkungan/Alam |
|
a. Taman b. Sungai c. Kebun d. Kolam e. Hutan |
a.
Mendukung
proses pembelajaran yang berbasis lingkungan. b.
Tempat
kegiatan out bound class Sumber
finansial sekolah dengan pemanfaatan kolam dan kebun. c.
Menumbuhkan
jiwa kewirausahaan murid. |
Finansial |
|
a. Dana BOS b. Koperasi dan kantin c. Dana Alokasi Khusus d. Hasil Alam |
a.
Pemanfaatan
dana Bos untuk mendukung proses pelaksanaan operasional dan program sekolah
yang b.
mewujudkan
kualitas pendidikan dengan pencapaian Pelajar Pancasila. c.
Pemanfaatan
DAK dan uang sewa dan hasil koperasi sekolah untuk mendukung pengadaan dan
perbaikan sarana dan prasarana sekolah. d.
Pemanfaatan
hasil alam untuk mendukung kegiatan situasional sekolah. |
Keterkaitan
dengan Modul Pendidikan Guru Penggerak
Modul 3.2 ini juga berkaitan dengan
modul-modul terdahulu pada program ini. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat." Anak-anak disini
adalah murid yang merupakan modal manusia yang terdapat di sekolah yang dapat
dikembangkan potensinya. Guru dalam hal ini adalah modal manusia sebagai
pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, dan berpihak pada murid. Seorang guru juga berperan sebagai pemimpin
pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain,
mendorong kolaborasi antar guru, serta mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan
nilai dan peran guru penggerak yang dimiliki oleh guru, maka modal manusia yang
dimiliki akan menjadi potensi/asset yang kuat demi kepentingan murid.
Visi guru penggerak berbasis IA
(Inkuiri Apresiatif) yang dituangkan dalam kanvas BAGJA, juga dipakai dalam
pengelolaan sumber daya. Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan
berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri
seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini,
maupun masa depan. Kemudian dari poses inkuiri apresiatif ini lahirlah budaya
positif. Budaya positif adalah sikap, nilai-nilai kebajikan,
keyakinan-keyakinan, kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh guru dan murid dari dalam dirinya dan mempunyai dampak positif terhadap
oranglain. Menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan
konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman
dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas,
segitiga restitusi tidak dapat dilakukan oleh sendiri. Butuh kerja sama semua
unsur untuk mendukung terciptanya budaya sekolah.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dan demi
melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, sekaligus memaksimalkan
sumberdaya/modal manusi yang ada maka pembelajaran Berdiferensiasi dapat
dijadikan solusi. Pembelajarrna berdiferensiasi adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang di dalamnya terdapat keputusan guru untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas yang berorientasi kepada kebutuhan murid yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran, respon guru, lingkungan belajar, manajemen kelas
dan penilaian berkelanjutan. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terwujud
dengan pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah, baik itu modal manusia
(guru dan murid), modal fisik, modal budaya, dll.
Selain pembelajaran berdiferensiasi ada
pula Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). PSE adalah Pembelajaran yang
dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi
ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh
dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek
sosial dan emosional. Komunitas dalam hal ini adalah kumpulan manusia yang
terdapat dalam modal manusia. PSE juga dapat menggunakan modal fisik juga modal
lingkungan yang ada di sekolah. Dengan mengoptimalkan sumber daya di sekolah
sehingga capaian PSE akan maksimal. Selanjutnya adalah Choacing. Choacing adalah suatu kegiatan kolaborasi yang dilakukan
untuk membantu memaksimalkan potensi lawan bicara (choachee). Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang
menjadi tugas seorang coach
(pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung
jawab seorang coachee. Pengembangan
potensi ini sama dengan yang digunakan dalam pengelolaan sumber daya. Dalam hal
ini modal manusia dalam menuntun segala kodrat alam.
Seorang pemimpin pembelajaran akan
selalu dihadapkan dengan dua situasi yaitu dilema etika dan bujukan moral
ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang tepat. Dengan bekal
pengetahuan pengambilan keputusan yang baik, seorang pemimpin pembelajaran
diharapkan dapat merumuskan keputusan dengan berdasarkan 4 paradigma, 3
prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Hal tersebut sangat
berkaitan dengan pengelolaan asset atau sumber daya sekolah untuk kepentingan
murid.
Sebelum mempelajari modul 3.2 tentang
pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, terkadang saya masih
berpikir berbasis kekurangan sehingga apa perasaan akan mengarah pada sisi
negative, pesimis dan kegagalan. Tetapi setelah mempelajari modul ini, seorang
pemimpin harus selalu berpikir berbasis kekuatan/potensi/asset sehingga akan
berpikir positif dan berhasil walaupun mempunyai asset yang kurang. Maka
selanjutnya saya akan terus merubah paradigma bahwa Pemimpin pembelajar harus
menggunakan pendekatan berbasis asset dalam pengelolaan sumber daya dan
mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat sekitar
sekolah. Karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang dimiliki, maka
kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan kemudian akan
berkembang secara berkelanjutan.
Visi
sekolah ditempat guru tersebut mengabdi menurut saya adalah “Mewujudkan
lingkungan belajar yang indah dan menyenangkan”. Prakarsa perubahan yang akan
dilakukan adalah “mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar”.
Pertanyaan utama dari kegiatan yang dilakukan oleh guru tersebut adalah “Penyemangat
pembelajaran”.
Tahapan BAGJA yang dilakukan
adalah:
1.
Buat pertanyaan
Pertanyaan yang muncul adalah “Bagaimana cara mewujudkan kelas
yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar?” Ini berkaitan dengan pertanyaan
utama dari peserta didik yakni “penyemangat pembelajaran”.
2.
Ambil Pelajaran
Pada bagian Ambil Pelajaran yang dilakukan adalah:
Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik guna menggali informasi dari pendapat dan pengalaman peserta didik. Pertanyaan yang diajukan seperti "Apa yang ada dibenak peserta didik setelah membaca pertanyaan umum yang tertulis di papan tulis", Hal-hal apa saja yang disukai peserta didik di dalam kelasnya, kemudian membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dan meminta peserta didik untuk melakukan kunjungan ke kelas lainnya sebagai referensi lingkungan belajar yang menyenangkan dan membuat semangat belajar.
3.
Gali Mimpi
Pada tahapan ini, Sang guru meminta peserta didiknya untuk
memejamkan mata mereka dan meminta mereka membayangkan suasana kelas yang
mereka impikan. Setelah itu, dalam kelompok masing-masing, peserta didik
diminta untuk membuat sketsa suasana kelas impian. Selanjutnya perwakilan
setiap kelompok mempresentasikan hasilnya dihadapan teman-temannya.
4.
Jabarkan Rencana
Pada tahap ini, guru bersama peserta didik membuat daftar
hal-hal yang harus dilakukan guna mewujudkan kelas impian. Selanjutnya guru
membagi tugas yang akan dikerjakan kepada setiap kelompok.
5.
Atur eksekusi
Pada tahap terakhir ini ditunjukkan dengan kebersamaan guru
dan murid dalam menyelesaikan proyek kelas impian. Setiap kelompok mengerjakan
tugas yang telah diberikan dengan penuh tanggung jawab serta mencari
kesepakatan waktu eksekusi.
Dari tayangan video yang telah
disajikan, kita bisa melihat peranan pemimpin yang telah dimainkan oleh sang
guru yaitu Ia mampu mengelola dan memberdayakan aset sumber daya manusia
yang dimiliki untuk melakukan perubahan. Modal manusia yang dimaksud disini
yaitu guru itu sendiri dan seluruh peserta didiknya dengan segala kelebihan
yang mereka miliki; seperti kemampuan menganalisa, dan kreatifitas. Dengan
demikian tujuan dari visi yang ada dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu
juga modal fisik juga dimanfaatkan
dengan baik oleh guru. Modal fisiknya meliputi dinding kelas yang masih kosong,
meja, kursi yang tidak terpakai pun diubah menjadi rak buku. Selain itu, ada
juga aset fisik berupa kelas lain yang sudah representatif sebagai lingkugan
belajar yang menyenangkan sebagai referensi dari aksi perubahan yang dilakukan
dalam video tersebut. Modal lain yang juga dimiliki adalah Modal Budaya yakni
sudah menerapkan budaya 5S sebelum peserta didik masuk kelas.
Patrap Triloka yang digagas oleh
Ki Hajar Dewantara atau yang lebih dikenal dengan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani
artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di
belakang memberi dukungan dapat dimaknai bahwa sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa setiap
anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu menuntun segala yang ada
pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan agar anak dapat berproses dan
berkembang. Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan, dalam hal ini
guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan
arah serta membahayakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaannya dalam
belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan
bertanggung jawab. Dalam melaksanakan hal tersebut, maka guru harus mampu mengambil
keputusan yang berpihak pada murid serta bijaksana. Guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan
keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan
keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan.
Seorang pendidik tentunya harus memiliki nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter, perilaku dan membimbing dalam kita mengambil sebuah keputusan. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan nilai-nilai atau prinsip, pendekatan, dan langkah-langkah yang benar sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan/keberpihakan pada anak didik kita. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya. ketiga prinsip ini seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking),Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).
Guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan utama pengambilan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada anak didik.
Posisi guru sebagai pemimpin pembelajaran sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan
mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan terutama
pada situasi dilema kita masih kesulitan misalnya lingkungan yang kurang
mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan kepercayaan
karena merasa lebih berwenang, dan meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang
diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi benar lawan benar
atau sama-sama benar. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman,
hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang
terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika
kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita
harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3
prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil
keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman untuk muridnya. Intinya pengambilan keputusan yang tepat
terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika
dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat
dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui
proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka
keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari
pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan saya dalam mengambil keputusan adalah kesulitan /kendala yang bersumber pada pengambil keputusan, di mana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan guru atau warga sekolah lainnya, sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut , kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah,, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Kesulitan-kesulitan di atas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan. Sebagai seorang pendidik, saya merasa terbantu dengan penjelasan materi dari modul 3.1 terkait pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran karena sebelumnya kita sering menemukan dilema namun kita belum bisa menyelesaikan permasalahan dengan mengambil sebuah keputusan dengan tepat, dengan semua materi yang telah dipelajari dari modul 3.1 ini maka ketika kita mengambil keputusan harus memperhatikan beberapa hal penting terkait 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka keputusan yang kita ambil akan berdampak baik kepada murid karena pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan yang didapatkan oleh murid maka kita telah mampu memerdekakan mereka dalam belajar Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman, dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran seorang guru untuk mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan murid.
Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memerdekakan murid dalam belajar, Sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Dalam melaksanakan proses Pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Pada modul ini saya memperlajari banyak hal baru terutama dalam pengambilan keputusan yang ternyata memiliki paradigma dan tahapan yang cukup panjang, bahkan ada prinsip pengambilan keputusan yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Hal yang diluar dugaan adalah ketika saya harus menentukan opsi trilema. Dapat dibayangkan, dalam mengambil sebuah keputusan kita sudah berada dalam sebuah dilema, namun kita harus memikirkan opsi
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik"
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).