Rabu, 16 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.3. Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid


 


Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid

M

empelajari materi Pengelolaan Program yang  berdampak positif pada murid memberikan pengalaman  yang baru untuk menyediakan program yang ddigemari murid serta dapat berguna untuk membentuk karakter murid menuju profil pelajar pancasila. Saya sangat antusias mempelajari modul ini karena ini akan menumbuhkan kepemimpinan murid/student agency. Student agency adalah kemampuan murid untuk mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tidakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri mereka memiliki suara (Voice), pilihan (Choice) dan kepemilikan (Ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat ketiga hal ini murid dapat mengembangkan kapasitas dirinya menjadi pemilik bagi proses belajarnya sendiri.  Tugas guru hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya dimana murid dapat mengembangkan suaranya, pilihannya dan merasa memiliki dalam hal yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melakanakan niat mereka dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka. Dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, maka secara bersamaan kita sebenarnya juga sedang membangun karakter murid yang sesuai dengan profil pelajar pancasila.

Keterkaitan modul 3.3 dengan modul lainnya:

S

ebagai pemimpin pembelajaran, pegelolaan program yang berdampak pada murid hendaknya bertujuan untuk merawat dan menuntun tubuhnya kodrat murid melalui penumbuhan murid merdeka. Peran guru penggerak harus dapat menggerakkan dan berpartisipasi aktif dalam organisasi keprofesian serta komunitas lain untuk menunjang kesuksesan program sekolah yang berdampak pada murid. Selain itu, visi dan misi guru pengggerak sangat berkaitan dengan bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada murid dan menjalankan rencana program sekolah dengan dukungan para pemangku kepentingan dalam mendukung ekosistem pembelajaran yang berpihak pada murid. Seyogyanya pengelolaan program yang berdampak pada murid diharapkan dapat memberikan dampak positif dengan terwujudnya budaya positif di lingkungan sekolah. Mengelola program yang berdampak pada murid seyogyanya bisa memenuhi kebutuhan murid yang berdiferensiasi. Hal ini bisa dilakukan dengan pemetaan kebutuhan murid seperti kesiapan belajar murid, minat belajar murid, minat belajar dan profil belajar murid. Dalam merencanakan program yang berdampak pada murid, perlu mengintegrasikan pembelajaran sosail dan emosional di dalamya. Hal ini untuk mengembalikan kesadaran penuh (mindfullness) murid. Agar dalam melaksanakan program sekolah, murid dapat merasa tenang, fokus, berempati, termotivasi dan memiliki sikap tanggung jawab. Proses Coaching sangat penting dilakukan sebagai langkah untuk mengenali segala potensi dan melejitkan kinerja murid untuk menemukan sendiri solusi atas pemasalahan yang dihadapi ketika melaksanakan program sekolahh yang berdampak pada murid. Untuk itu, sikap kreatif, inovatif dan sikap kritis dari murid sangat diharapkan agar tercipta murid merdeka belajar.

Pemimpin pembelajaran adalah orang yang mau melakukan perubahan ke arah yang mau melakukan perubahan  kearah yang positif dan senang berkolaborasi. Agar keputusan yang diambil bersifat efektid dan efisien maka dalam pengambilannya harus berdasarkan 4 paradigma dan melakukan 9 langkah pengambilan keputusan serta pengujiannya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Hal ini bertujuan menghindari dilema tika ataupun bujukan moral dalam penyelenggaraan kegiata yang berdampak pada murid. Pengelolaan yang berdampak padda murid hendaknya didukung oleh identifikasi aset/modal yang dimiliki oleh sekolah. Sehingga pemanfaatan dan pemgefektifansumberdaya menjadi prioritas yang perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder yang ada. Dengan memerhatikan kaitan seluruh materi yang ada maka sangatlah besar peran guru penggerak untuk mengembangkan diri secara sadar dan kemauan pribadi untuk meningkatkan kualitas belajar murid sehingga berdampak padatumbhnya sikap mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.


Kamis, 03 November 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 


Satuan pendidikan sebagai sebuah komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara pendidikan dapat tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan pendidikan. Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan Tangguh. Sebagai sebuah komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sama seperti komunitas pada umumnya. Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah dapat memanfaatkan konsep yang digunakan pada pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset.

Pengelolaan Sumber Daya di sekolah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) dan Pendekatan berbasis aset (asset-based approach). Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik sehingga membuat perasaan pesimis. Pendekatan berbasis aset (asset-based approach) merupakan cara praktis menggali hal-hal yang positif sehingga timbul perasaan optimis walaupun dengan sumber daya yang minim. Pemimpin pembelajar harus menggunakan pendekatan berbasis aset dalam pengelolaan sumber daya dan mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat sekitar sekolah karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang dimiliki, maka kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan kemudian akan berkembang secara berkelanjutan.

Tujuh modal/aset utama yang dapat dikelola  yakni:

Modal/Aset

Pemanfaatan

Manusia

 

a.     Kepala Sekolah

b.     Guru ASN dan P3K, GTT

c.     Tenaga Kependidikan

d.     Orang tua/wali peserta didik

e.     Peserta didik

f.     Pengawas Sekolah

a.     Kepala sekolah dan guru penggerak dapat menjadi leader penggerak untuk wewujudkan sekolah berkualitas dengan pencapaian P3.

b.     Berkolaborasi pada kegiatan kelas inspirasi yaitu menjadi narasumber .

c.     Mengembangkan/mengoptimalkan potensi diri peserta didik akademik dan non akademik.

d.     Berkolaborasi dalam kegiatan pengawasan pada sekolah binaan. Baik pada kegiatan manajerial maupun kegiatan pembelajaran untuk wewujudkan sekolah berkualitas dengan pencapaian Pelajar Pancasila.

 

Sosial

 

a.    Komite Sekolah

b.    Komunitas Pendidikan

c.    Komunitas Kesehatan

d.    (Puskesmas/Dinkes/BNN)

e.    Komunitas Perlindungan

f.    Masyarakat (Polri/TNI)

a.     Berkolaborasi dalam merancang, dan mensosialisasikan program sekolah.

b.     Mendukung Pengembangan diri Guru/Tenaga kependidikan.

c.     Mendukung program kesehatan sekolah.

d.     Mendukung program perlindungan hak dan kewajiban warga sekolah.

Agama dan Budaya

 

a.   Budaya 5S

b.  Tokoh agama/budaya

c.   Kegiatan keagamaan

d.  Kegiatan Kesenian

a.     Budaya 5 S sebagai pembentukan karakter dan terciptanya budaya positif di sekolah.

b.     Berkolaborasi dengan tokoh agama/budaya dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar pancasila.

c.     Melalui kegiatan keagamaan dan kesenian dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar

d.     pancasila.

Fisik

 

a.  Gedung Sekolah (Kelas/Ruang

b.  Guru/TU/Aula/Laboratorium)

c.  Mushola

d.  Fasilitas Olahraga

e.  Fasilitas Kebersihan

f.  Jaringan Internet/telepon

g.  Bus Sekolah

h.  Peralatan TIK

a.     Mendukung proses pelaksanaan pembelajaran dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar

pancasila dengan di integrasikan dalam kegiatan intrakulikuler, kokulikuler dan esktrakulikuler.

b.     Memfasilitasi kegiatan pengembangan diri guru dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan kualitas pendidikan dengan pencapaian P3.

Lingkungan/Alam

 

a.  Taman

b.  Sungai

c.  Kebun

d.  Kolam

e.  Hutan

a.     Mendukung proses pembelajaran yang berbasis lingkungan.

b.     Tempat kegiatan out bound class Sumber finansial sekolah dengan pemanfaatan kolam dan kebun.

c.     Menumbuhkan jiwa kewirausahaan murid.

Finansial

 

a.  Dana BOS

b.  Koperasi dan kantin

c.  Dana Alokasi Khusus

d.  Hasil Alam

a.     Pemanfaatan dana Bos untuk mendukung proses pelaksanaan operasional dan program sekolah yang

b.     mewujudkan kualitas pendidikan dengan pencapaian Pelajar Pancasila.

c.     Pemanfaatan DAK dan uang sewa dan hasil koperasi sekolah untuk mendukung pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah.

d.     Pemanfaatan hasil alam untuk mendukung kegiatan situasional sekolah.

Keterkaitan dengan Modul Pendidikan Guru Penggerak

Modul 3.2 ini juga berkaitan dengan modul-modul terdahulu pada program ini. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat." Anak-anak disini adalah murid yang merupakan modal manusia yang terdapat di sekolah yang dapat dikembangkan potensinya. Guru dalam hal ini adalah modal manusia sebagai pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Seorang guru juga berperan sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, serta mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan nilai dan peran guru penggerak yang dimiliki oleh guru, maka modal manusia yang dimiliki akan menjadi potensi/asset yang kuat demi kepentingan murid.

Visi guru penggerak berbasis IA (Inkuiri Apresiatif) yang dituangkan dalam kanvas BAGJA, juga dipakai dalam pengelolaan sumber daya. Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Kemudian dari poses inkuiri apresiatif ini lahirlah budaya positif. Budaya positif adalah sikap, nilai-nilai kebajikan, keyakinan-keyakinan, kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh guru dan murid dari dalam dirinya dan mempunyai dampak positif terhadap oranglain. Menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas, segitiga restitusi tidak dapat dilakukan oleh sendiri. Butuh kerja sama semua unsur untuk mendukung terciptanya budaya sekolah.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dan demi melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, sekaligus memaksimalkan sumberdaya/modal manusi yang ada maka pembelajaran Berdiferensiasi dapat dijadikan solusi. Pembelajarrna berdiferensiasi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang di dalamnya terdapat keputusan guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas yang berorientasi kepada kebutuhan murid yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran, respon guru, lingkungan belajar, manajemen kelas dan penilaian berkelanjutan. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terwujud dengan pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah, baik itu modal manusia (guru dan murid), modal fisik, modal budaya, dll.  

Selain pembelajaran berdiferensiasi ada pula Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). PSE adalah Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Komunitas dalam hal ini adalah kumpulan manusia yang terdapat dalam modal manusia. PSE juga dapat menggunakan modal fisik juga modal lingkungan yang ada di sekolah. Dengan mengoptimalkan sumber daya di sekolah sehingga capaian PSE akan maksimal. Selanjutnya adalah Choacing. Choacing adalah suatu kegiatan kolaborasi yang dilakukan untuk membantu memaksimalkan potensi lawan bicara (choachee). Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan potensi ini sama dengan yang digunakan dalam pengelolaan sumber daya. Dalam hal ini modal manusia dalam menuntun segala kodrat alam.

Seorang pemimpin pembelajaran akan selalu dihadapkan dengan dua situasi yaitu dilema etika dan bujukan moral ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang tepat. Dengan bekal pengetahuan pengambilan keputusan yang baik, seorang pemimpin pembelajaran diharapkan dapat merumuskan keputusan dengan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Hal tersebut sangat berkaitan dengan pengelolaan asset atau sumber daya sekolah untuk kepentingan murid.

Sebelum mempelajari modul 3.2 tentang pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, terkadang saya masih berpikir berbasis kekurangan sehingga apa perasaan akan mengarah pada sisi negative, pesimis dan kegagalan. Tetapi setelah mempelajari modul ini, seorang pemimpin harus selalu berpikir berbasis kekuatan/potensi/asset sehingga akan berpikir positif dan berhasil walaupun mempunyai asset yang kurang. Maka selanjutnya saya akan terus merubah paradigma bahwa Pemimpin pembelajar harus menggunakan pendekatan berbasis asset dalam pengelolaan sumber daya dan mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat sekitar sekolah. Karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang dimiliki, maka kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan kemudian akan berkembang secara berkelanjutan.


Senin, 31 Oktober 2022

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya


Visi sekolah ditempat guru tersebut mengabdi menurut saya adalah “Mewujudkan lingkungan belajar yang indah dan menyenangkan”. Prakarsa perubahan yang akan dilakukan adalah “mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar”. Pertanyaan utama dari kegiatan yang dilakukan oleh guru tersebut adalah “Penyemangat pembelajaran”.

Tahapan BAGJA yang dilakukan adalah:

1.     Buat pertanyaan

Pertanyaan yang muncul adalah “Bagaimana cara mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar?” Ini berkaitan dengan pertanyaan utama dari peserta didik yakni “penyemangat pembelajaran”.

2.    Ambil Pelajaran

Pada bagian Ambil Pelajaran yang dilakukan adalah:

Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik guna menggali informasi dari pendapat dan pengalaman peserta didik. Pertanyaan yang diajukan seperti "Apa yang ada dibenak peserta didik setelah membaca pertanyaan umum yang tertulis di papan tulis", Hal-hal apa saja yang disukai peserta didik di dalam kelasnya, kemudian membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dan meminta peserta didik untuk melakukan kunjungan ke kelas lainnya sebagai referensi lingkungan belajar yang menyenangkan dan membuat semangat belajar.

3.    Gali Mimpi

Pada tahapan ini, Sang guru meminta peserta didiknya untuk memejamkan mata mereka dan meminta mereka membayangkan suasana kelas yang mereka impikan. Setelah itu, dalam kelompok masing-masing, peserta didik diminta untuk membuat sketsa suasana kelas impian. Selanjutnya perwakilan setiap kelompok mempresentasikan hasilnya dihadapan teman-temannya.

4.    Jabarkan Rencana

Pada tahap ini, guru bersama peserta didik membuat daftar hal-hal yang harus dilakukan guna mewujudkan kelas impian. Selanjutnya guru membagi tugas yang akan dikerjakan kepada setiap kelompok.

5.    Atur eksekusi

Pada tahap terakhir ini ditunjukkan dengan kebersamaan guru dan murid dalam menyelesaikan proyek kelas impian. Setiap kelompok mengerjakan tugas yang telah diberikan dengan penuh tanggung jawab serta mencari kesepakatan waktu eksekusi.

 

Dari tayangan video yang telah disajikan, kita bisa melihat peranan pemimpin yang telah dimainkan oleh sang guru yaitu Ia mampu mengelola dan memberdayakan aset  sumber daya manusia yang dimiliki untuk melakukan perubahan. Modal manusia yang dimaksud disini yaitu guru itu sendiri dan seluruh peserta didiknya dengan segala kelebihan yang mereka miliki; seperti kemampuan menganalisa, dan kreatifitas. Dengan demikian tujuan dari visi yang ada dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu juga  modal fisik juga dimanfaatkan dengan baik oleh guru. Modal fisiknya meliputi dinding kelas yang masih kosong, meja, kursi yang tidak terpakai pun diubah menjadi rak buku. Selain itu, ada juga aset fisik berupa kelas lain yang sudah representatif sebagai lingkugan belajar yang menyenangkan sebagai referensi dari aksi perubahan yang dilakukan dalam video tersebut. Modal lain yang juga dimiliki adalah Modal Budaya yakni sudah menerapkan budaya 5S sebelum peserta didik masuk kelas.

 

Senin, 24 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 


Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin 

Patrap Triloka yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara atau yang lebih dikenal dengan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan dapat dimaknai bahwa sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu menuntun segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan agar anak dapat berproses dan berkembang. Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan, dalam hal ini guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaannya dalam belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Dalam melaksanakan hal tersebut, maka guru harus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid serta bijaksana. Guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seorang pendidik tentunya harus memiliki nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter, perilaku dan membimbing dalam kita mengambil sebuah keputusan. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan nilai-nilai atau prinsip, pendekatan, dan langkah-langkah yang benar sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan/keberpihakan pada anak didik kita. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya. ketiga prinsip ini seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking),Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan utama pengambilan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada anak didik.

Posisi guru sebagai pemimpin pembelajaran  sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan terutama pada situasi dilema kita masih kesulitan misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan kepercayaan karena merasa lebih berwenang, dan meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi benar lawan benar atau sama-sama benar. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk muridnya. Intinya pengambilan keputusan yang tepat terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan saya dalam mengambil keputusan adalah kesulitan /kendala yang bersumber pada pengambil keputusan, di mana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan guru atau warga sekolah lainnya, sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut , kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah,, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Kesulitan-kesulitan di atas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan. Sebagai seorang pendidik, saya merasa terbantu dengan penjelasan materi dari modul 3.1 terkait pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran karena sebelumnya kita sering menemukan dilema namun kita belum bisa menyelesaikan permasalahan dengan mengambil sebuah keputusan dengan tepat, dengan semua materi yang telah dipelajari dari modul 3.1 ini maka ketika kita mengambil keputusan harus memperhatikan beberapa hal penting terkait 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka keputusan yang kita ambil akan berdampak baik kepada murid karena pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan yang didapatkan oleh murid maka kita telah mampu memerdekakan mereka dalam belajar Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman, dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran seorang guru untuk mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan murid.

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memerdekakan murid dalam belajar, Sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Dalam melaksanakan proses Pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Pada modul ini saya memperlajari banyak hal baru terutama dalam pengambilan keputusan yang ternyata memiliki paradigma dan tahapan yang cukup panjang, bahkan ada prinsip pengambilan keputusan yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Hal yang diluar dugaan adalah ketika saya harus menentukan opsi trilema. Dapat dibayangkan, dalam mengambil  sebuah keputusan kita sudah berada dalam sebuah dilema, namun kita harus memikirkan opsi 


“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang   berharga/utama adalah yang terbaik"

 (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert