Satuan pendidikan sebagai sebuah
komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan
pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara pendidikan dapat
tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan pendidikan.
Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat
belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan Tangguh. Sebagai
sebuah komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sama
seperti komunitas pada umumnya. Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah
dapat memanfaatkan konsep yang digunakan pada pendekatan pengembangan komunitas
berbasis aset.
Pengelolaan Sumber Daya di sekolah
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) dan Pendekatan
berbasis aset (asset-based approach).
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based
approach) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang
kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik sehingga membuat perasaan
pesimis. Pendekatan berbasis aset (asset-based
approach) merupakan cara praktis menggali hal-hal yang positif sehingga
timbul perasaan optimis walaupun dengan sumber daya yang minim. Pemimpin
pembelajar harus menggunakan pendekatan berbasis aset dalam pengelolaan sumber
daya dan mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat
sekitar sekolah karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang
dimiliki, maka kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan
kemudian akan berkembang secara berkelanjutan.
Tujuh
modal/aset utama yang dapat dikelola
yakni:
Modal/Aset
|
Pemanfaatan
|
Manusia
|
|
a.
Kepala
Sekolah
b.
Guru
ASN dan P3K, GTT
c.
Tenaga
Kependidikan
d.
Orang
tua/wali peserta didik
e.
Peserta
didik
f.
Pengawas
Sekolah
|
a.
Kepala
sekolah dan guru penggerak dapat menjadi leader penggerak untuk wewujudkan
sekolah berkualitas dengan pencapaian P3.
b.
Berkolaborasi
pada kegiatan kelas inspirasi yaitu menjadi narasumber .
c.
Mengembangkan/mengoptimalkan
potensi diri peserta didik akademik dan non akademik.
d.
Berkolaborasi
dalam kegiatan pengawasan pada sekolah binaan. Baik pada kegiatan manajerial
maupun kegiatan pembelajaran untuk wewujudkan sekolah berkualitas dengan
pencapaian Pelajar Pancasila.
|
Sosial
|
|
a.
Komite
Sekolah
b.
Komunitas
Pendidikan
c.
Komunitas
Kesehatan
d.
(Puskesmas/Dinkes/BNN)
e.
Komunitas
Perlindungan
f.
Masyarakat
(Polri/TNI)
|
a.
Berkolaborasi
dalam merancang, dan mensosialisasikan program sekolah.
b.
Mendukung
Pengembangan diri Guru/Tenaga kependidikan.
c.
Mendukung
program kesehatan sekolah.
d.
Mendukung
program perlindungan hak dan kewajiban warga sekolah.
|
Agama dan Budaya
|
|
a. Budaya 5S
b. Tokoh agama/budaya
c. Kegiatan keagamaan
d. Kegiatan Kesenian
|
a.
Budaya
5 S sebagai pembentukan karakter dan terciptanya budaya positif di sekolah.
b.
Berkolaborasi
dengan tokoh agama/budaya dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki profil
pelajar pancasila.
c.
Melalui
kegiatan keagamaan dan kesenian dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki
profil pelajar
d.
pancasila.
|
Fisik
|
|
a. Gedung Sekolah (Kelas/Ruang
b. Guru/TU/Aula/Laboratorium)
c. Mushola
d. Fasilitas Olahraga
e. Fasilitas Kebersihan
f. Jaringan Internet/telepon
g. Bus Sekolah
h. Peralatan TIK
|
a.
Mendukung
proses pelaksanaan pembelajaran dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki
profil pelajar
pancasila dengan di integrasikan dalam kegiatan
intrakulikuler, kokulikuler dan esktrakulikuler.
b.
Memfasilitasi
kegiatan pengembangan diri guru dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan
kualitas pendidikan dengan pencapaian P3.
|
Lingkungan/Alam
|
|
a. Taman
b. Sungai
c. Kebun
d. Kolam
e. Hutan
|
a.
Mendukung
proses pembelajaran yang berbasis lingkungan.
b.
Tempat
kegiatan out bound class Sumber
finansial sekolah dengan pemanfaatan kolam dan kebun.
c.
Menumbuhkan
jiwa kewirausahaan murid.
|
Finansial
|
|
a. Dana BOS
b. Koperasi dan kantin
c. Dana Alokasi Khusus
d. Hasil Alam
|
a.
Pemanfaatan
dana Bos untuk mendukung proses pelaksanaan operasional dan program sekolah
yang
b.
mewujudkan
kualitas pendidikan dengan pencapaian Pelajar Pancasila.
c.
Pemanfaatan
DAK dan uang sewa dan hasil koperasi sekolah untuk mendukung pengadaan dan
perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
d.
Pemanfaatan
hasil alam untuk mendukung kegiatan situasional sekolah.
|
Keterkaitan
dengan Modul Pendidikan Guru Penggerak
Modul 3.2 ini juga berkaitan dengan
modul-modul terdahulu pada program ini. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat." Anak-anak disini
adalah murid yang merupakan modal manusia yang terdapat di sekolah yang dapat
dikembangkan potensinya. Guru dalam hal ini adalah modal manusia sebagai
pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, dan berpihak pada murid. Seorang guru juga berperan sebagai pemimpin
pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain,
mendorong kolaborasi antar guru, serta mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan
nilai dan peran guru penggerak yang dimiliki oleh guru, maka modal manusia yang
dimiliki akan menjadi potensi/asset yang kuat demi kepentingan murid.
Visi guru penggerak berbasis IA
(Inkuiri Apresiatif) yang dituangkan dalam kanvas BAGJA, juga dipakai dalam
pengelolaan sumber daya. Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan
berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri
seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini,
maupun masa depan. Kemudian dari poses inkuiri apresiatif ini lahirlah budaya
positif. Budaya positif adalah sikap, nilai-nilai kebajikan,
keyakinan-keyakinan, kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh guru dan murid dari dalam dirinya dan mempunyai dampak positif terhadap
oranglain. Menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan
konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman
dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas,
segitiga restitusi tidak dapat dilakukan oleh sendiri. Butuh kerja sama semua
unsur untuk mendukung terciptanya budaya sekolah.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dan demi
melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, sekaligus memaksimalkan
sumberdaya/modal manusi yang ada maka pembelajaran Berdiferensiasi dapat
dijadikan solusi. Pembelajarrna berdiferensiasi adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang di dalamnya terdapat keputusan guru untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas yang berorientasi kepada kebutuhan murid yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran, respon guru, lingkungan belajar, manajemen kelas
dan penilaian berkelanjutan. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terwujud
dengan pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah, baik itu modal manusia
(guru dan murid), modal fisik, modal budaya, dll.
Selain pembelajaran berdiferensiasi ada
pula Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). PSE adalah Pembelajaran yang
dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi
ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh
dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek
sosial dan emosional. Komunitas dalam hal ini adalah kumpulan manusia yang
terdapat dalam modal manusia. PSE juga dapat menggunakan modal fisik juga modal
lingkungan yang ada di sekolah. Dengan mengoptimalkan sumber daya di sekolah
sehingga capaian PSE akan maksimal. Selanjutnya adalah Choacing. Choacing adalah suatu kegiatan kolaborasi yang dilakukan
untuk membantu memaksimalkan potensi lawan bicara (choachee). Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang
menjadi tugas seorang coach
(pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung
jawab seorang coachee. Pengembangan
potensi ini sama dengan yang digunakan dalam pengelolaan sumber daya. Dalam hal
ini modal manusia dalam menuntun segala kodrat alam.
Seorang pemimpin pembelajaran akan
selalu dihadapkan dengan dua situasi yaitu dilema etika dan bujukan moral
ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang tepat. Dengan bekal
pengetahuan pengambilan keputusan yang baik, seorang pemimpin pembelajaran
diharapkan dapat merumuskan keputusan dengan berdasarkan 4 paradigma, 3
prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Hal tersebut sangat
berkaitan dengan pengelolaan asset atau sumber daya sekolah untuk kepentingan
murid.
Sebelum mempelajari modul 3.2 tentang
pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, terkadang saya masih
berpikir berbasis kekurangan sehingga apa perasaan akan mengarah pada sisi
negative, pesimis dan kegagalan. Tetapi setelah mempelajari modul ini, seorang
pemimpin harus selalu berpikir berbasis kekuatan/potensi/asset sehingga akan
berpikir positif dan berhasil walaupun mempunyai asset yang kurang. Maka
selanjutnya saya akan terus merubah paradigma bahwa Pemimpin pembelajar harus
menggunakan pendekatan berbasis asset dalam pengelolaan sumber daya dan
mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah maupun masyarakat sekitar
sekolah. Karena dengan lebih banyak membangun sisi positif yang dimiliki, maka
kekuatan sumber daya yang ada dipastikan akan meningkat dan kemudian akan
berkembang secara berkelanjutan.