Senin, 31 Oktober 2022

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya


Visi sekolah ditempat guru tersebut mengabdi menurut saya adalah “Mewujudkan lingkungan belajar yang indah dan menyenangkan”. Prakarsa perubahan yang akan dilakukan adalah “mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar”. Pertanyaan utama dari kegiatan yang dilakukan oleh guru tersebut adalah “Penyemangat pembelajaran”.

Tahapan BAGJA yang dilakukan adalah:

1.     Buat pertanyaan

Pertanyaan yang muncul adalah “Bagaimana cara mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar?” Ini berkaitan dengan pertanyaan utama dari peserta didik yakni “penyemangat pembelajaran”.

2.    Ambil Pelajaran

Pada bagian Ambil Pelajaran yang dilakukan adalah:

Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik guna menggali informasi dari pendapat dan pengalaman peserta didik. Pertanyaan yang diajukan seperti "Apa yang ada dibenak peserta didik setelah membaca pertanyaan umum yang tertulis di papan tulis", Hal-hal apa saja yang disukai peserta didik di dalam kelasnya, kemudian membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dan meminta peserta didik untuk melakukan kunjungan ke kelas lainnya sebagai referensi lingkungan belajar yang menyenangkan dan membuat semangat belajar.

3.    Gali Mimpi

Pada tahapan ini, Sang guru meminta peserta didiknya untuk memejamkan mata mereka dan meminta mereka membayangkan suasana kelas yang mereka impikan. Setelah itu, dalam kelompok masing-masing, peserta didik diminta untuk membuat sketsa suasana kelas impian. Selanjutnya perwakilan setiap kelompok mempresentasikan hasilnya dihadapan teman-temannya.

4.    Jabarkan Rencana

Pada tahap ini, guru bersama peserta didik membuat daftar hal-hal yang harus dilakukan guna mewujudkan kelas impian. Selanjutnya guru membagi tugas yang akan dikerjakan kepada setiap kelompok.

5.    Atur eksekusi

Pada tahap terakhir ini ditunjukkan dengan kebersamaan guru dan murid dalam menyelesaikan proyek kelas impian. Setiap kelompok mengerjakan tugas yang telah diberikan dengan penuh tanggung jawab serta mencari kesepakatan waktu eksekusi.

 

Dari tayangan video yang telah disajikan, kita bisa melihat peranan pemimpin yang telah dimainkan oleh sang guru yaitu Ia mampu mengelola dan memberdayakan aset  sumber daya manusia yang dimiliki untuk melakukan perubahan. Modal manusia yang dimaksud disini yaitu guru itu sendiri dan seluruh peserta didiknya dengan segala kelebihan yang mereka miliki; seperti kemampuan menganalisa, dan kreatifitas. Dengan demikian tujuan dari visi yang ada dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu juga  modal fisik juga dimanfaatkan dengan baik oleh guru. Modal fisiknya meliputi dinding kelas yang masih kosong, meja, kursi yang tidak terpakai pun diubah menjadi rak buku. Selain itu, ada juga aset fisik berupa kelas lain yang sudah representatif sebagai lingkugan belajar yang menyenangkan sebagai referensi dari aksi perubahan yang dilakukan dalam video tersebut. Modal lain yang juga dimiliki adalah Modal Budaya yakni sudah menerapkan budaya 5S sebelum peserta didik masuk kelas.

 

Senin, 24 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 


Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin 

Patrap Triloka yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara atau yang lebih dikenal dengan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan dapat dimaknai bahwa sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu menuntun segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan agar anak dapat berproses dan berkembang. Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan, dalam hal ini guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaannya dalam belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Dalam melaksanakan hal tersebut, maka guru harus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid serta bijaksana. Guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seorang pendidik tentunya harus memiliki nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter, perilaku dan membimbing dalam kita mengambil sebuah keputusan. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan nilai-nilai atau prinsip, pendekatan, dan langkah-langkah yang benar sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan/keberpihakan pada anak didik kita. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya. ketiga prinsip ini seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking),Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan utama pengambilan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada anak didik.

Posisi guru sebagai pemimpin pembelajaran  sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan terutama pada situasi dilema kita masih kesulitan misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan kepercayaan karena merasa lebih berwenang, dan meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi benar lawan benar atau sama-sama benar. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk muridnya. Intinya pengambilan keputusan yang tepat terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan saya dalam mengambil keputusan adalah kesulitan /kendala yang bersumber pada pengambil keputusan, di mana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan guru atau warga sekolah lainnya, sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut , kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah,, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Kesulitan-kesulitan di atas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan. Sebagai seorang pendidik, saya merasa terbantu dengan penjelasan materi dari modul 3.1 terkait pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran karena sebelumnya kita sering menemukan dilema namun kita belum bisa menyelesaikan permasalahan dengan mengambil sebuah keputusan dengan tepat, dengan semua materi yang telah dipelajari dari modul 3.1 ini maka ketika kita mengambil keputusan harus memperhatikan beberapa hal penting terkait 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka keputusan yang kita ambil akan berdampak baik kepada murid karena pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan yang didapatkan oleh murid maka kita telah mampu memerdekakan mereka dalam belajar Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman, dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran seorang guru untuk mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan murid.

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memerdekakan murid dalam belajar, Sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Dalam melaksanakan proses Pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Pada modul ini saya memperlajari banyak hal baru terutama dalam pengambilan keputusan yang ternyata memiliki paradigma dan tahapan yang cukup panjang, bahkan ada prinsip pengambilan keputusan yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Hal yang diluar dugaan adalah ketika saya harus menentukan opsi trilema. Dapat dibayangkan, dalam mengambil  sebuah keputusan kita sudah berada dalam sebuah dilema, namun kita harus memikirkan opsi 


“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang   berharga/utama adalah yang terbaik"

 (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert


Kamis, 06 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik


 Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya serta masyarakat. Dengan demikian, sesuai upaya yang saya lakukan dalam konteks pendidikan bukan hanya harus kita rencanakan dengan cermat, namun juga harus sebesar-besarnya ditunjukkan untuk mengembangkan potensi anak. Menurut saya salah satu cara untuk mengakomodir hal tersebut adalah pembelajaran berdifensiasi.

Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran berdasarkan kebutuhan murid (kesiapan belajar murid, minat murid dan profil belajar murid). melalui proses coaching yang dilakukan oleh guru (coach) dengan murid (coachee) maka guru dapat melaluikan identifikasi kebutuhan  belajar murid yang akan dijadikan sebagai dasar proses pelaksanaan pembelajaran sehingga akan mengembangkan minat, bakat dan potensi yang ada didalam diri, dengan demikian akan terwujud pembelajar yang merdeka yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selain dengan mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar yang dapat menanggapi atau merespon kebutuha belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajarannya melalui pembelajaran berdiferensiasi, sebagai guru saya juga harus berupaya memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional murid.

Pembelajaran sosial emosional (PSE) adalah pembelajaran tentang pengendalian emosi dalam diri yang meliputi kesadaran diri, manajemen diri, pengambilang keputusan yang bertanggung jawab, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. PSE sangat mendukung proses coaching, sementara proses coaching sangat diperlukan pemahaman tentang PSE. Karena melalui PSE maka baik coach dan coachee akan saling menghargai sehingga dapat hadir sepenuhnya dalam proses coaching (presence), mendengarkan dengan rasa, ada rasa ingin tahu dari coach dan menimbulkan empati.  

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Empat cara berpikir yang dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam perjumpaan pada setiap proses komunikassi dan pembelajaran yaitu:

  • 1.       Coach dan coachee adalah mitra.
  • 2.       Komunikasi yang emansipatif.
  • 3.       Berlandaskan kasih dan persaudaraan.
  • 4.       Adanya perjumpaan pribadi.

Coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena dengan paradigma berpikir coaching. Tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru  menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri. Untuk dapat membantu guru menjadi otonom diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka menjadi otonom, kite perlu paradigma berpikir coaching. Paradigma berpikir coaching adalah:

  • 1.       Fokus pada coachee
  • 2.       Bersikap terbuka dan ingin tahu
  • 3.       Memiliki kesadaran diri yang kuat
  • 4.       Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Adapun prinsip coaching adalah sebagai berikut:

  • 1.       Kemitraan
  • 2.       Proses kreatif
  • 3.       Memaksimalkan potensi

Tiga kompetensi inti yang harus terus di latih saat melakukan percakapan coaching adalah:

  • 1.       Kehadiran penuh
  • 2.       Menjadi pendengar yang aktif
  • 3.       Mengajukan pertanyaan berbobot

Coaching juga dapat mendorong murid mencapai tujuan, yakni kemerdekaan belajar. Coaching dapat menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi potensi dan kekeuatan diri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Coaching tidak menawarkan solusi kepada coachee, tetapi menstimulasi dengan pertanyaan agar coachee dapat menghasilkan sendiri solusi atas permasalahannya. Salah satu model coaching yang populer adalah model TIRTA. TIRTA merupakan kepanjangan dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab. Tujuan mencakup apa yang ingin dicapai coachee dari proses sebuah coaching. Identifikasi merupakan cara menggali semua hal yang ada pada diri coachee. Rencana aksi, meruapakan langkah-langkah atau tindakan yang akan ditempuh coachee. Tanggung jawab atau komitmen adalah kesungguhan untuk mencapai tujuan dari proses coaching